Saya
berdiri di tengah-tengah keramaian pesta itu, dan saya mendengar
sebuah suara berbicara. Dengan jelas suara itu mengatakan bahwa
apabila saya bersedia menolak Yesus — dan tetap tinggal pada
keyakinan saya sebelumnya– maka rumah mewah dan seluruh
perlengkapannya itu akan diberikan kepada saya.
Saya
memilih menyebut nama Yesus, dan suara itu pun menghilang dari
telinga saya. Kemudian saya melihat sebuah lubang yang sangat besar.
Ketika saya dibawa melewati lubang itu, tiba-tiba kepala saya menjadi
pusing dan sangat sakit, seperti mau mati rasanya. Lantas saya
berseru nama Yesus, dan tiba-tiba ada sebuah tangan yang perkasa
tetapi lembut, menarik saya ke luar dari lubang itu.
Setelah
saya selamat dari lubang tersebut, saya menangis sejadi-jadinya,
seperti seorang anak kecil. Walaupun saya mencoba untuk berhenti
menangis, namun tetap saja tak bisa. Sambil menyanyikan lagu pujian,
yang saya ingat ketika mengikuti pelajaran pendidikan agama di
sekolah Kristen, air mata saya mengalir dengan sukacita. Saya
terbangun dari mimpi itu, dan pada hari itu, di tahun 1997, saya
memutuskan, bahwa apa pun risikonya dan bagaimana pun sulitnya proses
yang akan saya hadapi, saya akan tetap menerima Yesus menjadi Tuhan
dan Juru Selamat saya.
Saya
menghubungi seorang kawan, untuk meminta penjelasan tentang baptisan.
Dengan singkat ia menjelaskan arti baptisan. Kemudian ia membawa saya
pergi ke suatu gereja untuk menerima baptisan. Istri saya tidak
setuju atas keputusan saya itu, namun hati saya tetap bersukacita.
Selama setahun kemudian, Tuhan Yesus menolong saya untuk berubah
menjadi orang baik, banyak mencurahkan perhatian untuk istri dan
anak-anak, serta memusatkan perhatian untuk mengembangkan bisnis.
Pada
akhirnya, istri saya juga dijamah Tuhan Yesus, sehingga ia pun mau
menerima Yesus sebagai Tuhan dan dibaptis di dalam nama Tuhan Yesus.
Saya mulai mendalami ajaran Tuhan Yesus di sebuah persekutuan doa.
Saya sudah berkomitmen untuk menjalankan perintah-perintah-Nya dalam
seluruh hidup saya setiap hari.
Di
kemudian hari, setelah saya menelusuri riwayat keluarga, ternyata
engkong (kakek) saya di daratan Tiongkok, adalah seorang penginjil
yang berani mati dan sangat cinta Tuhan Yesus. Saya juga bersyukur
karena saya dulu bersekolah di Hong Kong, sehingga saya bisa
berbicara bahasa Mandarin dengan baik. Ternyata hal itu adalah cara
Tuhan Yesus mempersiapkan diri saya, menjadi alat-Nya, memberitakan
Kabar Baik di tanah leluhur saya.
Dahulu,
sebelum bertemu dengan Tuhan Yesus, saya adalah seorang yang sangat
emosional, kasar, dan mudah tersinggung. Sehingga saya mudah
marah-marah. Bila saya sedang marah-marah, biasanya saya melempari
barang pada karyawan pabrik. Tapi sekarang, saya banyak sabar, dan
belajar menerima keadaan istri saya apa adanya. Saya memuji Tuhan
Yesus, karena istri saya sekarang juga mengakui bahwa ia adalah
seorang wanita yang sangat beruntung dan bangga mempunyai suami
seperti saya.
Copas
: www.kerygmateenz.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar