Johny
Saweho, seorang mantan pelaut. Ia berlayar dari tahun 1993 sampai
1998. Bertahun-
tahun hidup di atas kapal yang sarat dengan harta, kekuasaan, dan wanita membuat Johny
seakan dibuai dan larut dalam kehidupan yang nista itu.
tahun hidup di atas kapal yang sarat dengan harta, kekuasaan, dan wanita membuat Johny
seakan dibuai dan larut dalam kehidupan yang nista itu.
"Pergaulan
di kapal itu ya minum-minum, ke diskotik, jika melihat wanita itu
ya... namanya laki-laki... Sampai check-in, ya itu pernah saya
lakukan," kisah Johny.
Hidup
diombang-ambing dengan ombak membuat Johny lelah dan jenuh. Namun
saat ia hendak melabuhkan hatinya pada keluarga yang ia cintai,
kenyataan berkata lain.
"Saya
mendengar berita dari kampung halaman saya bahwa istri saya sudah
menikah dengan orang lain. Bertambahlah dendam saya kepada wanita.
Kamu bikin begini, saya juga bisa bikin lebih dari begini. Kamu dapat
saya, saya bisa dapat lebih dari satu," kisah Johny Saweho
bagaimana ia ingin membalas dendam ketika istrinya meninggalkan
dirinya.
Amarah
itu berganti menjadi nafsu yang membara. Banyak wanita ia jadikan
pelampiasan dendamnya, tapi Johny tak menyadari bahwa kehidupannya
pun semakin hancur. Sampai suatu hari ia bertemu dengan seorang
sahabat yang iba dengan kehidupan Johny. Johny berkisah, "Ia
membuka sebuah perusahaan pelayaran di Bengkulu, dan saya langsung
dipercayakan untuk menjadi seorang supervisor di Bengkulu."
Penghasilan
yang besar dan jabatan yang tinggi membuat Johny semakin larut dalam
kehidupan yang suram.
"Setelah
saya "turun' ke darat, gaya hidup saya tidak berubah. Free sex
pun malah lebih parah saya lakukan," kisah Johny mengenai
kehidupannya setelah tidak lagi berlayar yang sama saja atau malah
lebih parah.
Lelah
dengan kesepian dan sendiri akhirnya pada tahun 2000 Johny memutuskan
untuk melabuhkan hatinya pada seorang wanita yang dicintainya. Akan
tetapi itu tak merubah kebiasaannya.
Johny
berkisah, "Sombongnya saya... saya tidak merendahkan diri di
hadapan Tuhan. Sombong karena mungkin dulu saya gampang cari duit.
Saya tidak berpikir bahwa itu adalah berkat dari Tuhan."
Johny
tak menyangka gaya hidup dan kesombongannya adalah awal dari
kehancuran. Sampai tiba di hari dimana semua seakan tak ada artinya
lagi bagi Johny.
"Di
kantor saya, ada kontainer perusahaan yang hilang. Dan bos meminta
saya mencari kontainer itu. Karena jika hilang, bisa didenda. Dan itu
didenda ribuan dolar. Wah, inilah beratnya bagi saya. Saya tidak
dapat uang, saya yang ditekan-tekan. Perasaan saya dendam dengan
orang yang meninggalkan pekerjaannya begitu saja."
Berbagai
masalah silih-berganti menimpa Johny, hingga suatu hari ia pun
mengalami suatu hal yang tak pernah ia duga.
"Sewaktu
itu kira-kira jam 12 saya sudah lapar saya minta makan. Saya makan
nasi, tapi kok nasinya jatuh-jatuh... Saya makan seperti anak kecil.
Lalu saya minta agar disapu nasi yang jatuh itu. Lalu saya pun minum
mengambil gelas, disitulah saya terjatuh, saya roboh. Jatuh dari
kursi, lalu dibawa ke rumah sakit. Sampai dua hari kemudian saya
sudah tidak tahu apa-apa. Saya sudah mulai koma," kisah Johny
bagaimana ia terjatuh koma.
Lalu
istrinya pun memberitahu adik Johny mengenai keadaan Johny di rumah
sakit.
"Adik
saya terkaget mendengar keadaan saya, lalu ia datang ke rumah sakit.
Ketika ia datang, ia melihat layar detak jantung saya. Hingga ketika
saya tarik nafas panjang, ia teriak... bahwa saya itu sudah mau
mati," kisah Johny terisak.
Di
tengah kedukaan yang mendalam dokter memberitahukan kabar mengejutkan
kepada istri Johny dan istrinya sudah siap menerima apapun keadaan
suaminya. Dokter mengatakan bahwa apapun bila Johny sembuh, Johny
akan lumpuh total dan tidak akan sembuh. Dan yang kedua, pilihan
lainnya adalah Johny meninggal.
Di
masa sulit itu, beberapa teman Johny menjenguk dan mendoakannya
hingga ia tak menduga sesuatu telah terjadi. "Tiba-tiba saya
bergerak, dan sudah mulai sadar saya disitu... Orang pun kaget.
Ketika saya sadar, saya merasakan tangan dan kaki saya berat. Lumpuh,
pikir saya."
Di
tengah kebahagiaan itu, Johny menghadapi situasi dimana ia harus
membuat keputusan untuk meluluhkan hatinya yang beku.
"Ketika
di rumah, datang seorang hamba Tuhan, Bpk. Ade Manuhutu yang
mengatakan bahwa saya harus mengaku semua apa perbuatan saya. Dan
saya ungkap semua kepada pak Ade Manuhutu. Tetapi ia mengatakan agar
jangan ungkapkan semua kepadanya, tetapi kepada Tuhan. Dan saya
mengaku semuanya itu kepada Tuhan. Saya didoakan. Dan saya merasa
lega. Kesombongan, keangkuhan, kekerasan hati tidak ada artinya di
depan mata Tuhan. Kita terlihat kecil dimata Tuhan," kisah Johny
bagaimana ia mengaku semua dosanya kepada Tuhan.
Waktu
itu tangan Johny masih terasa kaku, suatu siang, ia bermimpi. Ada
tetangganya seorang wanita yang sudah tua dalam mimpinya itu. Di
mimpinya itu justru tetangga wanitanya yang mengalami stroke dan
tangannya tak bisa bergerak.
"Dalam
mimpi itu, tangan tetangga wanita saya bisa bergerak. Tetapi ketika
saya tersadar dari tidur saya, tangan saya yang justru bisa bergerak.
Saya terbangun, berteriak memanggil istri saya. "Ma, tanganku
sudah bisa bergerak!' kisah Johny.
Lalu
Johny pun datang untuk kontrol ke rumah sakit, dokter terkaget
melihat keadaan Johny. "Luarrr biasa,' kata dokter.
Manusia
bisa saja mengatakan "tidak' akan kesembuhan Johny, tetapi bagi
Tuhan "ya' Johny pasti sembuh.
Melalui
sebuah doa dan pertobatan, membawakan mukjizat bagi Johny. Ia pun
pulih bagi kelumpuhannya dan siap menjadi berkat bagi orang-orang di
sekitarnya.
"Dikatakan,
carilah maka kamu akan menemukan, ketuklah maka pintu akan dibukakan,
mintalah pasti akan diberikan. Dan saya sangat berterimakasih kepada
Tuhan Yesus karena saya sudah disembuhkan seratus persen kembali
seperti keadaan saya semula. Dan saya sudah sangat senang dan gembira
sekali. Dan saya sudah tidak mau lagi kembali kepada dosa-dosa saya
yang lama dan saya sudah untuk melayani Tuhan... Kapan saja. Inilah
mukjizat yang diberikan Tuhan kepada saya," kisah Johny
bagaimana Tuhan melakukan perkara besar dalam kehidupannya. (Kisah
ini ditayangkan 17 September 2009 dalam acara Solusi Life di
O'Channel).
Sumber
Kesaksian:
Johny
Saweho
Tidak ada komentar:
Posting Komentar