ditulis
oleh : Nesya Christina
Kesaksian: Pada
kesempatan kali ini saya ingin berbagi kesaksian yang sudah sering
saya ceritakan kepada teman-teman saya dan menjadi gambaran hidup
kuasa Tuhan.
Saya
adalah seorang anak perempuan dari keluarga yg terpecah belah dan
tentunya saya masih mengingat bagaimana sewaktu saya berumur 3 tahun,
saya berada dalam kondisi pertengkaran hebat antara ayah dan ibu saya
yg sampai saat ini menjadi kenangan terburuk yg melekat dalam ingatan
saya. Mungkin banyak orangtua tidak menyadari, bahwa daya ingatan
anak kecil itu tersimpan dan terkubur dalam menjadi luka yg saya
sendiri kadang tidak sadari.
Saya
diasuh oleh nenek dari pihak ayah saya, ayah dan ibu saya pergi
meninggalkan saya karena mereka mengejar cinta baru mereka. Saya yg
masih berumur 3 tahun harus beradaptasi dengan kakak tiri dan rumah
yg sangat asing bagi saya. Ditambah lagi saya adalah anak dari istri
kedua yg tidak direstui keluarga. Tentunya saya yg masih kecil itu
tetap memiliki intuisi bahwa saya tidak disenangi ketika berada di
rumah tsb.
Hari
demi hari, dan tahun demi tahun saya dibesarkan, saya mengalami
depresi dan luka yg terus terpupuk dalam diri saya yaitu cap sebagai
anak “broken home”, di rumah itu saya hanya dekat kepada nenek
dan tante (yg merupakan adik papa saya), tiba-tiba saja tante yg
selama ini saya anggap sebagai ibu, ternyata hamil dan memiliki anak,
saya yg saat itu duduk di kelas 2 smp, dan sedang masa-masanya ingin
diperhatikan, sangatlah terguncang. Di benak saya hanya berpikir
“bagaimana nasib saya kelak? Siapa yg akan menyayangi saya? Saya
akan ditinggalkan seperti ayah dan ibu saya meninggalkan saya?” dan
tentunya satu kata dari itu semua adalah “saya cemburu”. Saya yg
saat itu sedang kurang perhatian membuat ulah, saya bolos sekolah,
berbohong agar mendapat uang lebih, kabur dari les saya, dan keras
kepala. Saya masih ingat sekali, ketika saya meminta uang kepada
nenek saya, dan saya hanya diberi uang lima ribu saya langsung
membuang uang tsb. Kesalahan terbesar saya yg hingga saat ini masih
saya tangisi. Semua perbuatan yg saya lakukan itu sebagai bukti
pemberontakan bahwa saya ingin diperhatikan.
Lalu
pada suatu hari saya bertengkar hebat dengan tante dan nenek saya.
Saya yg sudah tidak sanggup berperan nakal lagi, ketika dimarahi,
hanya bisa diam dan menangis, bahkan tenaga melawan pun sudah tidak
saya miliki. Ketika saya masuk kamar, saya melihat ada racun
serangga, lalu di benak saya terngiang, “kalau saya minum, maka
semua akan beres, tante saya bisa hidup bahagia tanpa perlu
mengkhawatirkan saya, saya anak yg tidak diharapkan ini lebih baik
pergi saja, saya tidak ada gunanya,dan tidak memiliki apa-apa”
Dan
saya pun meminum racun itu. Beberapa lamanya saya minum racun itu,
tiba-tiba saja pandangan saya buyar, semua suara menjadi asing, saya
ketakutan, dan bayang-bayang indah terlintas di mata saya “SAYA
MASIH INGIN HIDUP"
saya memiliki impian yg selama ini tidak pernah saya sadari karena
tertutup oleh rasa cemburu dan serakah. Saya merangkak di kasur,
berteriak dan meminta tolong diselamatkan, saya berusaha memuntahkan
isi perut saya, saya masukkan tangan saya ke dalam mulut saya, tapi
semua itu tidak berhasil, saya drop dan langsung terjatuh di lantai.
Keluarga
saya langsung membawa saya ke UGD dan di situ saya melihat tante dan
nenek saya menangis, tante saya yg sedang hamil berlarian menemani
saya dibawa ke UGD, memegang tangan saya yg ketakutan dan lemah,
sedangkan nenek saya hanya bisa menangis menepuk-nepuk dadanya,
seolah-olah menyalahkan dirinya..
Malam
itu adalah malam terpanjang bagi saya, saya kesakitan karena selang
sudah memasuki hidung dan mulut saya, saya pun tidak bisa bicara
dengan jelas, saya hanya bisa berkata sepatah-sepatah “saya haus”
itu yg saya katakan pada tante saya, tante saya memohon kepada suster
utk memberi saya minum, tapi suster menolak karena racun belum
sepenuhnya keluar dari badan saya. “saya kesakitan, tolong lepaskan
selang ini,” tante saya pun memohon kembali agar dilepaskan, tapi
suster menolak. Dari sini saya sadar, bahwa yg merasakan kesedihan
atas sakit dan hausnya saya, hanyalah orang yg memiliki cinta yg
begitu mendalam untuk saya.
Malam
itu saya digiring ke rawat inap khusus, dan tidak boleh ditemani
siapa pun, tante saya yg sedang hamil itu memohon kepada pihak rumah
sakit supaya saya dimasukkan ke ruangan rawat biasa, agar bisa
ditemani pihak keluarga yg menjaga, tapi pihak rumah sakit
menjelaskan, bahwa percobaan bunuh diri bukanlah hal sepele, dan bisa
saja penyebabnya dari keluarga itu sendiri, pasien bisa merasa
terancam bila ternyata pihak yg menemaninyalah yg menjadi penyebab
kasus ini.
Malam
itu racun sangat menggigit badan saya, saya mengalirkan air mata
tidak bisa tidur, suster di rumah sakit sudah istirahat, hanya
bolak-balik sesekali, dalam keadaan saya sudah tidak bisa bergerak
lagi, saya menggigil kedinginan, panas dingin, hanya itu yg saya
rasakan, badan saya kaku, dan saya tidak berani menutup mata saya...
saya takut... takut ketika saya menutup mata tidak akan terbangun
kembali. Padahal awalnya saya memang berniat mati, tapi semua berubah
ketika saya melihat air mata ketulusan sosok Ibu dari tante dan nenek
saya..
Tiba-tiba
saja ada sesosok putih bercahaya datang mendekati saya, duduk di
samping kasur saya.
Saya
yg pada saat itu lemas mencoba memfokuskan pandangan saya, saya pikir
itu suster, tapi ternyata ada dua orang yg berada di samping saya,
hingga membuat saya berlinangkan air mata, yg pertama adalah tante
(kakak ayah) saya yg sudah meninggal tahun sebelumnya, dan yg kedua
adalah sosok cahaya yg hangat dan tidak bisa saya lihat wajahnya yang
saya yakini adalah Bapa, Ia datang dan duduk di sisi kasur saya,
mendekatkan tangan-Nya dan mengelus kening saya, lalu sambil menutupi
mata saya dengan tangan-Nya, Ia pun berkata,
“Jangan takut, tidurlah... pejamkan matamu, Aku ada di sini
menyayangi dan menemanimu.” Saya
langsung merasakan badan saya yg tadinya panas dingin, menjadi
hangat, dan saya pun terlelap seketika itu juga..
Pagi-pagi
saya membuka mata saya, saya memandang nenek dan tante saya yg sudah
berada di kamar saya sambil menangis, dan saya pun berkata “Saya
masih hidup,” saya yg penasaran bertanya kepada suster, apakah
mereka datang kemarin malam, dan mereka bilang terakhir mereka
mendatangi saya adalah pada saat mengecek infus saya dan saya tahu
bahwa saya masih terbangun pada saat itu.
Saya
tidak ingin bertanya apa-apa lagi. Saya tahu bahwa ini kuasa Tuhan,
saya tidak ingin memikirkan hal ini dengan logika saya sebagai
manusia, tapi saya memandang ini semua dari segi iman saya. Setelah
kejadian ini saya pun mulai bersaksi setiap ada perkumpulan iman.
Masih
banyak hal-hal dan kesaksian dalam hidup nyata di umur saya yg masih
belia ini, mengenai keselamatan saya dari maut, saya yg mencoba bunuh
diri, hingga saya yg hampir meninggal karena sakit. Semua itu
menguatkan saya menjadi seorang hamba Allah, saya bahagia jika dapat
berbuah untuk Allah melalui kesaksian, sebagai ucapan syukur atas
kehangatan yg saya rasakan dalam hidup ini.
Semoga
kesaksian pertama saya membawa berkat bagi kita semua. Amin.
Copas
: www.glorianet.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar