IMELDA
SAPUTRA : KELUMPUHAN INI TIDAK MELUMPUHKAN IMANKU
Nama saya Imelda Saputra. Saya puteri bungsu, dari
tiga bersaudara. Saya lahir 27 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 20 Desember
1984, di Pulau Bangka.
Sewaktu saya dilahirkan, ada sebuah benjolan kecil
tumbula di punggung, bagian bawah. Saat itu dokter mengatakan bahwa saya harus
segera dioperasi, karena jika tidak, benjolan itu akan semakin membesar. Karena
tidak mengerti, orang tua saya pun akhirnya menyetujui dilakukannya operasi,
meskipun usia saya saat itu belum genap satu tahun.
Setelah dioperasi keadaan saya bukannya membaik
malah buruk. Setelah diteliti, seharusnya saya tidak perlu dioperasi karena
benjolan itu tidak dapat membesar dan tidak memlaahayakan. Ternyata setelah
operasi ada saraf yang mengumpul di benjolan itu, dan menarik saraf kaki saya.
Keadaan itu membuat kaki saya tidak dapat diluruskan.
Saya melakukan terapi dengan menggunakan sepatu
besi, namun alat itu tidak membawa perubahan apa-apa. Malah lama-kelamaan kaki
saya mengecil dan saya tidak dapat menggunakannya untuk berdiri. Saya pun harus
menggunakan kursi roda hingga hari ini. Tetapi saya bersyukur masih bisa
menjalani aktivitas seperti anak-anak pada umumnya. Saya pun bersekolah di
sekolah umum.
Setelah lulus dari bangku SMA, saya mencoba
peruntungan di bidang tulis-menulis, meskipun saya tidak mempunyai bakat untuk
itu. Namun saya pikir tidak ada salahnya untuk mencoba.
Tahun 2005, buku pertama saya, “My Unforgettable
Experience,” selesai ditulis. Pada pertengahan tahun 2008, baru diterbitkan
oleh penerbit Andi, Jogjakarta. Sementara menunggu buku tersebut, saya menulis
dalam beberapa renungan harian, di antaranya “Bom”, “Com”, dan “Profesional”.
Setelah itu buku-buku selanjutnya menyusul untuk diterbitkan, “Sejuta Warna”,
“Inspirasi 5 menit”, “Be a Winner Like Me”, “30 Renungan Tentang Hubungan
Dengan Tuhan”, “30 Renungan Tentang Dunia Kerja”. Saya pun semakin disibukkan
dengan menulis renungan harian “Spirit” dan “Woman Excellence”.
Saya merenungkan selalu ada alasan bagi setiap
orang untuk mengeluh, atau menyalahkan Tuhan atas keadaan buruk yang
menimpanya. Namun membiarkan diri tenggelam dalam keterpurukkan apakah akan
menguntungkan kita? Karena itu, saya memilih untuk mensyukuri semua pemberian
Tuhan. Tangan yang masih bisa digunakan untuk menulis, mata yang masih bisa
dimanfaatkan untuk membaca, suara yang dapat memuji kebaikkan Tuhan, dan yang
terpenting hidup yang masih ‘utuh tidak cacat untuk mempermuliakan nama-Nya.
Bagaimana dengan Anda?
By: Imelda Saputra
sumber : kerygmateens.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar