Tahun 1967, tanggal 17 Februari, umurnya 38 tahun. Hukuman 18 tahun telah mengunci seluruh hidupnya di balik terali besi, penjara khusus wanita di Tangerang. Segala kehormatan yang ia sandang sebagai pejuang wanita pada masa perang kemerdekaan (clash I -- agresi militer Belanda, Red. -- tahun 1946 -- 1947 dan clash II tahun 1949), wartawan internasional, penulis muda berbakat, penerjemah resmi negara, dan aktif di organisasi GWDS (Gabungan Wanita Demokratik Sedunia) pada zaman pemerintahan Orde Lama, telah
sirna, diganti dengan tuduhan anggota Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) dan pembela Soekarno. Kakinya yang sangat lincah melompat dari negara satu ke negara lain di Eropa untuk tugas negara, sekarang meringkuk di dalam sel. Tidurnya hanya beralas tikar.Bukan hanya tubuhnya yan dipenjarakan dan mengalami berbagai penganiayaan mental dan fisik yang mengerikan,tetapi jugaseluruh potensi dan masa depannya mati. Suatu hari, sesudah 8 tahunan di dalam penjara, seorang pria Belanda, Hoekama, menengok kawannya yang terlibat masalah narkotika internasional dan dipenjara di samping selnya. Hoekama menyempatkan diri menemuinya juga dan mengajaknya berdoa. Sebagai seorang ateis sejati, wanita ini hanya diam, hitung-hitung menjadi hiburan karena setelah bertahun-tahun, inilah satu-satunya orang yang mau peduli kepadanya. Sejak itu, mereka berteman.Hoekema inilah yang kemudian mengusahakan kesejahteraan di penjarabagi teman barunya itu. Entah karena pemerintah takut orang Belanda ini akan berbicara kepadadunia internasional atau memang kebijaksanaan negara sudah berubah, yang pasti mulai ada
perbaikan di selnya. Ia mendapat kasur dan jam untuk mengobrol di luar sel.Ia juga boleh ikutkegiatan koor, menyulam taplak meja makan dan sapu tangan, merajut syal,dan tidak ketinggalan, menulis. Hoekema dan kerabatnyalah yang menyediakan semua bahan dan menjualkan karya-karya
nya. Uang penghasilannya ini pun ditabungnya. Sesudah masa tahanan selama 16 tahun, yakni pada tahun 1983, wanita ini mendapat keringanan hukuman. Dibebaskan, tetapi harus melapor setiap bulan. Namun, kebebasan ini ternyata tetap
membuatnya terbelenggu. Karena sudah sekian lama tidak menghirup udara luar, ia jadi gagap
berteknologi, berhubungan dengan orang lain, dan bermasyarakat. Ditambah lagi, tidak ada
seorang pun yang mau mendekat, apalagi menampungnya. Embel-embelnya sebagai "eks tapol"
(mantan tahanan politik) membuat orang-orang takut. Kalau terlalu dekat, ada risiko dituduh
pemerintah sebagai orang yang terlibat dengan PKI, yang nantinya akan mendapat sanksi. Isu
ini masih sangat kuat pada waktu itu. Hanya teman Belandanya inilah yang berani menampung di lingkungan gerejanya. Di komunitas
gereja ini, wanita tersebut menerima Yesus sebagai Tuhannya. Dan, dari orang-orang dalam gereja inilah, ia mendapat penerimaan dan kesempatan mencari sertifikat penerjemah bahasa Belandadi Erasmus Huis dan sertifikat guru bahasa Inggris di LIA (Lembaga Indonesia Amerika),
Jakarta. Lalu, ia juga menjadi penerjemah dan pengajar bahasa Inggris di beberapa LSM sepertiKalyana Mitra, Solidaritas Perempuan, dan Yasalira. Selain itu, ia juga bekerja di berbagai
Kedutaan Asing sambil tetap menulis. Tulisannya sering mendapat penghargaan internasional danbeberapa bukunya diterbitkan oleh penerbit besar di Indonesia. Buku yang ia tuliskan antara
lain: "Terempas Gelombang Pasang" (2003, oleh Penerbit ISAI),"Mereka yang Tersisih" (kumpulan18 cerpen dalam bahasa Inggris oleh Yayasan Lontar) serta "In a Jakarta Prison" (oleh YayasanLontar) yang mendapat penghargaan di Hawai University dan Harmlet Award. Kamis, 6 September 2007, Tuhan memanggilnya. Dalam sebuah upacara pemakaman yang dijalankan
secara kristiani, teman-temannya datang memberikan penghormatan terakhir. Sebuah inisiatif seorang Belanda untuk mendoakan orang yang tidak punya harapan, dianggap sampah negara, momok masyarakat, dikucilkan orang, dan tidak dikenalnya ini, bukan hanya membawawanita tadi dari ateis sejati menjadi orang yang percaya Kristus dan Injil, serta mengembali
kan seluruh potensinya, tetapi juga menyebarkan dampak luar biasa. Bukan hanya sejumlah temannya yang ateis juga kemudian menjadi orang yang percaya Yesus dan aktif dalam pelayanan, melainkan setiap hubungan yang ia bangun dengan orang-orang di berbagai kedutaan tempat ia beker
ja, murid-murid yang ia ajar, dan juga pembaca-pembaca karyanya di seluruh dunia, telah
menerima dampak kepercayaan serta nilai-nilai yang baru ia yakini tersebut. Wanita itu bernama Sujinah. Ia adalah Bude saya, kakak kandung bapak saya.Kisahnya menegaskandampak dari sebuah inisiatif. Sungguh-sungguh ada kuasa di dalam inisiatif. Diambil dan disunting dari: Judul buku: Aku Takkan Menyerah Judul artikel: Dari Ateis Sejati, Jadi Pengikut Kristus Penulis: Retno Palupi Penerbit: Gloria Graffa, Yogyakarta:2010 Halaman: 98 -- 100 POKOK DOA 1. Berdoalah bagi keluarga, sahabat, dan saudara kita yang masih belum menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Kiranya Tuhan menyatakan panggilan-Nya dan menjadikan mereka satu kawanan dengan kita sebagai umat Tuhan. 2. Berdoalah bagi masyarakat dunia yang memproklamasikan diri sebagai orang ateis, kiranya mereka dapat membuka hati, dan Roh Kudus berbicara dan menginsyafkan mereka. 3. Berdoalah bagi orang-orang Kristen, kiranya mereka semakin bertumbuh dalam iman dan pengenalan akan Kristus. "maka engkau akan memperoleh pengertian tentang takut akan TUHAN dan mendapat pengenalan akan Allah." (Amsal 2:5) < http://alkitab.mobi/?Amsal+2:5 > < http://alkitab.sabda.org/?Amsal+2:5 >
Sumber : sabda.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar