Di mata Dahlia Nainggolan, sang suami adalah pria yang sangat
baik. Tidak hanya bertanggung jawab, ia juga adalah seorang yang harmonis.
Setiap ada rezeki, sang suami pasti langsung memberikan untuk terserah mau
diapakan sama dirinya.
Jika mau jujur, seratus persen kehidupan Dahlia dan anak-anak
sangatlah tergantung kepada sang suami selaku kepala keluarga.
Suatu hari, saat sedang bermain catur, sang suami tiba-tiba
terjatuh ke lantai. Bagian badannya ada yang membiru. Melihat hal
itu, Dahlia pun bergegas membawanya ke dokter paling terdekat dari lokasi rumah
Sang suami kemudian mendapat perawatan medis. Sekeluarnya dari ruangan gawat
darurat, dokter menyampaikan sebuah kabar yang mengejutkan. Sang suami telah
meninggal dunia. Betapa terkejut Dahlia mendengarkan hal itu. Ia pun meminta
izin kepada dokter untuk melihat tubuh sang suami.
Karena tidak percaya dengan situasi itu, Dahlia pun menangis
sambil meminta kepada Tuhan untuk menghidupkan kembali suami serta ayah dari
anak-anaknya ini. Meskipun meronta-ronta, sang suami tidak hidup juga.
Hana Septiana yang ketika itu masih sangat kecil mengaku tidak
terlalu mengerti dengan kondisi yang dialami mamanya. Yang ia dan
saudara-saudaranya tahu bahwa ayah telah menghembuskan nafas terakhir. Yang
mereka bisa lakukan pun hanya mengatakan sabar kepada sang mama.
“Apa sih dosa saya yang Tuhan gak bisa ampuni? Kok segini berat
saya? Buat saya, Tuhan kejam banget,” ujar Dahlia.
Depresi melanda Dahlia. Ia masih tidak terima atas kepergian
sang suami untuk selama-lamanya.
“Saya gak bisa mengungkapkan yang saya rasakan. Tidak berartinya
manusia itu. Tidak ada artinya manusia ini. Suami saya yang gagah, yang saya
andalkan, yang saya banggakan selama ini, kok segitunya,” ucap Dahlia dengan
penuh lirih.
Peristiwa itu kemudian membuat Dahlia akhirnya memutuskan
mempersiapkan diri untuk hadapi kematian dirinya juga. Pikirnya, suaminya saja
bisa meninggal mendadak, bukan tidak mungkin di keesokan harinya, dirinya juga
akan alami itu.
Suami Pergi, Hidup Jadi Tidak Berarti
Meninggalnya sang suami benar-benar menghancurkan kehidupan
Dahlia. Ia bahkan menganggap hidupnya sudah tidak berarti lagi. Hidupnya
kosong.
Di dalam otaknya yang ada adalah manusia tidak berguna yang
semuanya sedang menuju kepada kematian.
Suatu kali ia bertemu dengan seorang teman di angkutan umum. Ia
pun saling menyapa dan berbincang. Ketika turun dari angkutan umum, Dahlia
kemudian turut membayarkan ongkos temannya tersebut.
Ada perasaan senang bisa membayar ongkos teman lama walaupun sebenarnya
jumlahnya tidaklah seberapa. Sejak itu, ia menetapkan hati untuk berbuat baik
kepada setiap orang.
Walaupun sebelumnya sebenarnya sudah mempersiapkan diri untuk
hadapi kematian, tetapi di hatinya paling dalam, ia begitu ketakutan.
Untuk mengatasi hal itu, Dahlia pun giat mencari buku-buku
seputar kematian. Setiap beli buku, asal itu berhubungan dengan kematian, pasti
langsung ia beli.
Pola Pikir Diubahkan
Setiap hari, di saat merenungkan kematian sang suami,
pertanyaan-pertanyaan akan keadilan Tuhan terus muncul di pikirannya.
“Mana biasa ini Tuhan, ini kan luar biasa. Anak saya masih
kecil, saya ngga kerja, kok Tuhan ambil Dia? Ngga biasa lah; Hidup kami itu kan
tergantung pada suamiku sepenuhnya,” ungkap Dahlia.
Suatu malam, salah seorang dari anaknya mengalami kejang-kejang.
Di tengah ketidaksadaran, ia memanggil nama bapaknya. Dalam pikiran Dahlia,
anak ini sepertinya akan mengikuti suaminya yakni mati.
Saking takut kehilangan untuk kehilangan orang tersayang
kesekian kalian, Dahlia pun mengucapkan sebuah janji kepada dirinya sendiri.
“Kalau anak ini mati, saya juga harus mati,” imbuh Dahlia.
Di tengah menunggu kepastian akan pemulihan salah seorang
anaknya, kesedihan begitu meliputi hati Dahlia. Walau hati tersayat-sayat,
tetapi Dahlia tidak menunjukkannya di hadapan anak-anaknya.
“Puji Tuhan, berjalan, berjalan, berjalan, anak itu pun sembuh
dan saya bawa kembali ke rumah,” kata Dahlia.
2008, bersama dengan Ruspita, Dahlia mengikuti pelatihan yang
membahas kematian. Dalam pelatihan itu, kematian yang dikupas ternyata mengenai
hidup yang kekal.
Sejalan dengan acara pelatihan itu, pola pikir Dahlia pun turut
berubah 180 derajat.
“Jadi hidup kekal itu ternyata apabila kita punya iman, yang
benar-benar mengakui, mengenal, dan mengandalkan Yesus. Percaya saja, sudah
masuk surga. Perbuatan baik tadi itu apa? Ternyata itu tadi adalah
bentuk ucapan syukur. Malah kesininya berusaha untuk melakukan yang terbaik,
tapi bukan yang tadi masuk surga itu,” imbuh Dahlia.
“Ternyata saya salah konsep. Saya begitu berharga di mata Tuhan,
sebegitu mahalnya saya diperjuangkan dengan darah-Mu, dengan nyawa-Mu. Di situ
saya baru dapat,” sambung Dahlia.
“Kayaknya beban yang saya bawa selama ini udah berkurang. Ada
sukacita meluap. Ada rasa bahagia yang tidak bisa dinilai oleh apapun. Ternyata
Tuhan punya rencana yang indah buat saya. Dan harus seperti itulah cara-Nya
Tuhan untuk memperkenalkan diri-Nya pada saya,” ungkap Dahlia.
Jika dahulu ia begitu ketakutan dengan kematian, setelah pola
pikirnya diubahkan, Dahlia telah siap apabila dia harus menghadap Tuhan. “Surga
sudah milik saya. Jadi gak ada lagi pikiran takut mati. Gak ada lagi,” kata
Dahlia.
Bukan hanya itu saja, ketakutan akan kebutuhan rumah tangganya
kian lama kian terkikis habis seiring ia melihat bagaimana Tuhan mencukupkan
semua kebutuhan mereka.
“Bersama Yesus ada sukacita yang tidak bisa dinilai oleh apapun
juga. Ada sukacita yang tidak bisa dibeli oleh apapun juga. Yesus sungguh
dahsyat dan luar biasa,” tukas Dahlian Nainggolan.
Sumber : Dahlia Nainggolan (JAWABAN.COM)